Ibrahim Ismail
Penjaga Ruang Anatomi
FK Unsyiah
Di kalangan Fakultas Kedokteran Unsyiah, ia dipanggil Pak
Him. Namanya mudah diingat karena pekerjaannya tak biasa. Lagi pula, tak semua
orang mau bekerja seperti Pak Him.
Pak Him bertugas sebagai penjaga ruang anatomi. Lebih
spesifik, ia mengurusi jenazah di sana.
Termasuk membedah bagian tubuh manusia itu, yang kemudian menjadi bahan pratikum
mahasiswa FK.
“Ya beginilah pekerjaan Pak Him,” ucapnya, sementara tangan kanannya mengangkat kulit kepala manusia dari dalam
toples. Ia tersenyum menunjukkannya, saya bergidik menyaksikannya.
Pak Him lahir di Cot Cut pada 6 April 1958. Sekali lagi,
orang mudah mengingat Pak Him karena pekerjaannya. Begitu pula orang-orang di
kampungnya. Tapi uniknya, jika ada yang meninggal di kampung. Pak Him tak
berani mengurus jenazah tersebut. Termasuk melewati kuburannya. Ketika ditanya
mengapa? Pak Him menjawab enteng.
“Kalau di kampung banyak yang bisa, tapi mengurus mayat di
sini belum tentu ada yang mau,” ungkapnya.
Ruang anatomi itu, tempat Pak Him bekerja, luasnya sekitar 10
x 5 meter. Pada dindingnya melekat berbagai poster antanomi beserta penjelasan
ilmiahnya. Lalu di bawahnya, berbaris toples berbagai ukuran. Di dalam toples
itulah bagian-bagian tubuh manusia tersimpan. Diawetkan dalam formalin murni.
Sementara kamar mayat berada di ujungnya. Tepat di samping
lemari kaca yang berisi tengkorak manusia. Kata Pak Him, itu adalah tengkorak
manusia pertama yang dibedahnya. Pak Him menggenggam jemari tengkorak itu,
meminta untuk dipotret.
Tentu sambil ternseyum.
Prilaku Pak Him itu cukup menjelaskan, bahwa ia begitu
menikmati pekerjaannya. Ia sangat terampil mengurus mayat. Ruang anatomi ini
pun sangat bersih diurusnya. Tak ada bau
yang menyengat. Hanya mata yang terasa pedih jika ruang mayat itu dibuka,
akibat uap formalin.
Karena keahliannya inilah Pak Him menjadi istimewa. Ia pernah dikirim ke Universitas Sumatra Utara
(USU) Medan. Dua bulan ia di sana. Hanya untuk merebus mayat. Begitu pula di
Unsyiah, Pak Him menjadi pegawai tanpa tes, padahal ia hanya punya ijazah SD.
Tapi karena pekerjaannya ini pula, ia tak bisa lepas dari
Unsyiah. Sekalipun sudah lama pensiun, jasa-jasanya masih sangat dibutuhkan. Tak
terhitung berapa alumni FK Unsyiah yang sukses karena jasa Pak Him. Sebagian
masih ada yang ingat Pak Him. Terkadang, Pak Him diberi duit oleh mereka yang
umumnya telah menjadi dokter spesialis.
Meskipun Terkesan Horor, Ruangan ini Sangat Bersih |
“Pak Him udah berapa kali minta berhenti, tapi enggak
dikasih,” ucapnya.
Dulunya, Pak Him adalah pekerja bangunan. Namun ia merasa
lelah, gajinya juga kecil sekaligus tak jelas. Maka Pak Him datang ke Unsyiah
untuk melamar pekerjaan. Ia siap menerima pekerjaan apapun. Asalkan syaratnya: Gajinya
jelas dan pekerjaannya tak melelahkan.
Melamun di Ruang Pak Him |
Tapi Pak Him tak pernah membayangkan, pekerjaan yang “gajinya
jelas dan tak melelahkan” itu adalah mengurus mayat. Ia sempat mundur, tapi
istrinya menguatkan. Saat itu Pak Him baru menikah. Umurnya masih 18 tahun.
“Kalau enggak ada semangat dari istri, Pak Him udah enggak
mau,” ucapnya.
Seminggu pertama adalah hari yang berat bagi Pak Him. Ia tak
semangat. Nafsu makannya hilang. Apalagi kalau makan bakso, pikirannya langsung
terbayang mayat yang dibedahnya. Seiring waktu Pak Him mulai terbiasa. Ia juga
diajarkan teknik mengurus mayat oleh dokter Unsyiah kala itu. Seperti Dokter
Mas Agus asal Semarang.
Kini, Pak Him tak bekerja sendiri. Tapi dibantu anaknya,
Madani. Sejak kecil Madani sudah ikut Pak Him. Menyaksikan ayahnya bekerja.
Jadi sudah tak canggung lagi mengangkat mayat. Sekarang usia Madani 30 tahun.
Ia baru tamat di FKIP Unsyiah. Tapi kata Pak Him, ia tak ingin jadi guru.
“Di sini gampang kerjanya. Capek tapi gampang,” ujar Pak Him.
Jika dihitung-hitung, sudah lebih 30 tahun Pak Him menekuni
pekerjaannya ini. Namun ia tak ingat secara pasti, berapa jumlah mayat yang telah
diurusnya.
“Kalau tak salah, ada sekitar 150 mayat,” terkanya.
Tapi menariknya, Pak Him tak pernah sekalipun “diganggu”.
Selama bekerja, ia juga hanya dua kali sakit. Itu pun gara-gara rokok. Menurut
Pak Him, ini karena ia tak pernah sombong dengan pekerjaannya.
“Waktu urus
mayat, saya teringat bagaimana kalau saya sudah seperti ini nanti. Jadi apalah yang mau kita sombongkan, Allah
ya Allah,” ujarnya.
Sebelum menangani mayat Pak Him memang selalu minta izin
dulu. Biasanya, malam harinya ia datang ke kamar mayat. Minta izin. Jika hingga
esok pagi tidak ada pertanda apapun, maka Pak Him langsung mengurusi mayat itu.
Kini, di usianya yang beranjak senja. Pak Him tak berharap
banyak. Ia hanya ingin punya kehidupan yang layak. Puluhan tahun mengurus
jenazah, ternyata membuat Pak Him lelah juga.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
Gue demen kalo bang Benu nulis gaya gini
BalasHapusTerima kasih kak, lagi coba-coba nulis gaya baru :D
Hapuskerja yang gaji jelas dan tidak capek... mengurus mayat
BalasHapusSilakan dicoba Bal
Hapus