Mengabadikan perjalanan dengan kamera adalah suatu hal yang menarik. Meskipun itu bukanlah jaminan agar perjalanan jadi berkesan. Karena setiap orang punya caranya sendiri, bagaimana semestinya menikmati perjalanan
Tempo hari saya dan istri merayakan salah satu momen paling
istimewa dalam hidup kami. Malamnya, saya mengusulkan untuk merayakan hari yang
berkesan itu dengan jalan-jalan ke tempat wisata.
Istri sepakat, kami akhirnya memutuskan untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata di Aceh Besar. Pagi sekali, istri sudah menyiapkan bekal karena rencananya kami akan sarapan di tepi laut.
Tapi hari itu, saya dan istri membuat kesepakatan sederhana.
Kali ini, kami tidak perlu mengabadikan momen apapun dari balik lensa kamera HP.
Padahal biasanya, kemanapun pergi saya selalu mengambil gambar. Selain untuk
kenang-kenangan, gambar itu juga saya gunakan untuk mendukung tulisan.
Istri sepakat, kami akhirnya memutuskan untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata di Aceh Besar. Pagi sekali, istri sudah menyiapkan bekal karena rencananya kami akan sarapan di tepi laut.
Di momen yang sangat istimewa itu, tentu ada banyak hal yang
semestinya terabadikan dalam lensa kamera.
HP pun saya simpan di dalam tas, begitu pula HP istri. Di
sisi lain, tanpa HP kami juga tidak dilalaikan untuk mengecek media sosial
ataupun sekadar update status.
Kebiasaan ini, juga sebenarnya adalah musuh nyata dalam sebuah kebersamaan.
Hari itu, kami benar-benar ingin menikmati kebersamaan ini
sepenuh hati. Istri awalnya sempat tidak
sepakat. Tapi lama-kelamaan ia sendiri tidak merasa ada sesuatu yang hilang.
Begitu pula saya. Tak harus sibuk mengatur posisi atau mengecek hasil jepretan.
Tanpa kamera, kami benar-benar menghadirkan diri kami seutuhnya dalam momen yang istimewa itu. Saat sarapan, kami bercerita banyak hal. Lalu berjalan di tepi pasir, membiarkan ombak laut menyapu kaki kami. Semuanya berjalan begitu menyenangkan. Bahkan istri saya sempat berkata, bahwa baginya hari itu sangat spesial.
Tanpa kamera, kami benar-benar menghadirkan diri kami seutuhnya dalam momen yang istimewa itu. Saat sarapan, kami bercerita banyak hal. Lalu berjalan di tepi pasir, membiarkan ombak laut menyapu kaki kami. Semuanya berjalan begitu menyenangkan. Bahkan istri saya sempat berkata, bahwa baginya hari itu sangat spesial.
Keputusan kami untuk tidak mengambil gambar, tampaknya memang
sederhana. Tapi nyatanya, tidak mudah dilakukan oleh semua orang. Godaan untuk
mengambil gambar itu selalu ada.
Apalagi jika kita berkunjung ke sebuah tempat yang asing, dan
bersama orang-orang yang istimewa pula dalam hidup kita. Rasanya sayang
sekalikan? Jika momen spesial seperti itu terlewatkan begitu saja.
Tapi jika dipikir-pikir lagi, hal seperti ini sebenarnya bisa
mengurangi esensi kebersamaan. Apalagi nanti, kalau kualitas gambar yang kita
ambil tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Kita bisa sangat kecewa, atau
bahkan kesal dengan orang mengambil gambar. Lalu saat dilihat foto secara
keseluruhan, porsi foto yang menampakkan diri kita tak seberapa hahaha
Memang benar, semuanya tetap berpulang kepada pribadi
masing-masing. Ada orang yang senang difoto dan ada pula yang cukup puas hanya
dengan mengambil foto. Tapi yang harus kita sadari, bahwa ada banyak cara untuk
menikmati sebuah kebersamaan. Foto-foto itu hanya sebagian kecilnya saja.
Apalagi jika kita melakukan sebuah perjalanan. Kita bisa
bercengkrama dengan penduduk setempat, merasakan kebiasaan mereka. Mendengar
cerita-cerita kehidupan mereka. Semuanya terasa jauh istimewa, dibandingkan
jika kita hanya sibuk membidikkan lensa kamera.
Dulu, saya pernah mendengar cerita seorang teman yang harus melakukan perjalanan dua kali jika
mengunjungi suatu tempat. Perjalanan pertama, ia benar-benar menikmati
perjalanannya. Sementara pada perjalanan kedua kalinya, barulah ia fokus
mengambil foto.
Saya juga pernah membaca, bahkan seorang travel fotografi pun
tidak serta-merta mengambil gambar terhadap suatu objek. Mereka terlebih dahulu
menjadi bagian dari objek itu sendiri. Artinya perhatian utama mereka terhadap
suatu objek, baik itu tempat maupun orang, bukanlah lensa kamera mereka.
Agustinus Wibowo, membantu sebuah keluarga yang memintanya untuk mengambil foto di Museum Tsunami Aceh |
Tapi
suasana hati mereka sendiri, yaitu seerat apa mereka menjalin ikatan emosional
dengan objek.
Ada sebuah quote bagus dari situs phinemo terkait hal ini:
“Paling penting dalam sebuah travel fotografi adalah menikmati perjalanan. Fokus memotret dan tak merasakan pertualanganmu, justru akan membuat kamu frustasi jika hasil fotomu tak kunjung sesuai harapan. Enjoy your trip!”
Yap, menikmati perjalanan tanpa kamera adalah pilihan
yang tak biasa. Apalagi kita hidup di dalam kepungan media sosial, seolah
segalanya harus segera dikabarkan. Dunia
harus tahu, kita sedang apa dan berada di mana? Hufff…
Tak ada yang salah. karena setiap orang tentu punya alasannya sendiri mengapa harus
membawa kamera atau tidak? Seperti seorang jurnalis, yang membutuhkan kamera
untuk mendukung reportasenya.
Sekali lagi, kitalah yang
paling mengerti, apa yang layak membersamai kita dalam perjalanan.
Berilah
ruang yang nyaman dalam diri kita sendiri. Jadilah bagian yang utuh dalam
setiap episode kehidupan kita. Selembar foto memang bisa memberikan banyak
cerita, tapi seberkas makna di dalam diri kita terhadap sebuah perjalanan.
Jelas merupakan sesuatu yang jauh sangat berharga.
Simpan
kameramu, dan mari kita nikmati perjalanan……
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
Asyik kali lah yang sudah punya teman travelling, kita apalah, masih sendiri, hahaha.
BalasHapusTapi, kayaknya perlu dicoba nanti tu kalau sudah punya pasangan, travelling tanpa membawa kamera. Biar lebih romantis kayak Bg Ibnu dan Istri. :D
Nah, kan jadi termotivasi :))
Hapussetuju, aku pun kalau sedang pulang kampung nggak begitu open sama hape.... beda ya kalau di Banda Aceh, itu hape justru jadi hiburan hahahaha
BalasHapusYa, kalau di kampung bek lale sama HP :))
HapusHana pat bantah. Memang gadget sebenarnya menyita banyak momen. Klo sekadar dokumentasi, amanlah. Tapi ketika mulai upload, tulis ini itu, baca komen, balas komen, akhirnya lalai.
BalasHapusAbanglah yang harus memberi teladan yang baik :))
HapusKadang jepretan gadget membuat orang itu palsu dalam menikmati moment, ia hanya mengabadikan bukan menikmati moment langka itu. Jadi kapan sparring FIFA? Udah ngga sabar membantai :D
BalasHapusHahha warming up terus Bal...
HapusIni bikin aku mikir sih.. Tapi, jujurnya aku masih raguuu banget apa bisa pergi ke suatu objek wisata tanpa memotret samasekali.. Okelah, mungkin bisa, tp aku hrs udh pernah ksana sebelumnya, jd kedatangan yg kedua aku bisa fokua menikmati. Beda ama temenmu yg pertama fokus menikmati, lalu kedua memotret yaa :D
BalasHapusBisa dicoba nih Fany :D
HapusSensasi baru sebuah perjalanan :)