Ini Subuh ke tiga, di mana aku
tak lagi menemukanmu di shaf terdepan. Selepas salam kucoba memalingkan wajah
ke belakang, berharap kau ada. Mungkin saja kau masbuk, melanjutkan rakaat yang
belum tuntas. Sepi.
“Ribuan malaikat turun ke bumi, mendoakan kita,” ucapmu. Aku terkisap. Tapi
kini, apa yang terjadi dengan dirimu kawan?
Semenjak kau goda aku untuk menerbitkan rindu pada Subuh. Semenjak itulah
jiwaku menghangat setiap kali azan Subuh berkumandang. Aku menemukan diriku
lebih sungguh untuk menyambut seruan cinta itu. Kugadaikan lelapku demi
membuktikan betapa ranumnya Subuh. Dan bagiku, seolah ada lubang, bila hari ini
tak kuupayakan diriku di shaf terdepan.
Sementara kau, selalu menjadi yang lebih awal. Selalu di sana.Telah
duduk di barisan shaf depan. Membaca baris-baris cinta Tuhan hingga
tibanya waktu. Maka Subuh, telah mengenalkanku padamu dengan cara yang indah.
Pada cemburu dengan dengungnya yang tak kumengerti. Sebab, kecemburuanku tidak
menerbitkan benci. Tak pula menyulut dengki.
Gemuruh cemburuku adalah dengungan jiwa yang membuatku rela.
Membuatku malu. Yang semua rasa itu bermuara pada wilayah jiwa yang semestinya.
Dan aku, selalu menikmati rutinitas kita setiap kali Subuh usai. Kita berjalan
menelusuri jalanan yang masih gulita, dengan bintang yang satu-satu masih
berkelip. Seolah mutiara yang Tuhan taburkan di langit sana. Lalu kau bercerita
tentang rindumu, bahwa kau selalu ingin menemukan pagi yang seperti ini. Pagi
yang indah.
Ini Subuh ke tiga, di mana aku masih menantimu. Aku ingin tahu kelanjutan rindumu. Tapi kau telah hilang tanpa jejak. Tidak menyiratkan kabar apapun bila memang pergi. Apakah jalan cinta ini tak lagi menarik bagimu? Belum. Aku belum berani menyimpulkan semua cemasku ini ke sana. Sebab kuyakin kau ada. Mungkin saja kau tengah merangkai jalan cinta yang lebih istimewa.
Ini Subuh ke tiga, di mana aku masih menantimu. Aku ingin tahu kelanjutan rindumu. Tapi kau telah hilang tanpa jejak. Tidak menyiratkan kabar apapun bila memang pergi. Apakah jalan cinta ini tak lagi menarik bagimu? Belum. Aku belum berani menyimpulkan semua cemasku ini ke sana. Sebab kuyakin kau ada. Mungkin saja kau tengah merangkai jalan cinta yang lebih istimewa.
Aku yakin. Sebab hingga kini, masih kurasakan dengung cemburu itu.
Jakarta, 29 Mei 2013
*ketika kota ini memulai paginya.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 comments:
Posting Komentar