Ada narasi sunyi di Puncak Geurutee, yang tersimpan diam-diam
dalam hati. Tentang perasaan kagum yang
sulit diungkapkan. Di Puncak Geurutee, ketika mata memandang luasnya laut Andaman,
sejuknya angin yang bertiup lembut dari rimbunan pohon. Ada rasa tenang dan
teduh yang tiba di dalam jiwa. Segala keletihan demi menujunya, terurai satu
persatu.
Geurutee adalah keindahan yang diupayakan. Pesona yang
sengaja disajikan Tuhan bagi siapapun yang menujunya. Karena untuk tiba di Puncak
Geurutee kita butuh tekad dan keberanian. Jauh sebelum berada di kaki gunung, ada
lintasan panjang yang harus kita tempuh. Laut dan hutan mengapit lintasan
panjang itu.
Keduanya, baik itu laut ataupun hutan menjadikan kita untuk terus
terjaga. Sebab perjalanan panjang ini bisa saja melenakan. Kita akan menemukan
betapa teduhnya hutan di sepanjang lintasan ini. Sesekali hijaunya persawahan
memanjakan mata. Kita akan terkagum-kagum di sini, kita akan takjub sepanjang
lintasan ini.
Di sini, hati kita bisa saja tergoda. Untuk mencukupkan
perjalanan. Toh, kita telah menemukan
keindahan. Tapi, bukan itu. Bukan keindahan itu yang kita cari. Semua itu
hanyalah hiburan Tuhan sebelum kita tiba di Puncak Geurutee. Maka suara debur
ombak, adalah pemecah lamunan. Menyadarkan kita berkali-kali, bahwa perjalanan kita belum tuntas.
Di Geurutee tekad kita memang diuji, seteguh apa kita mendekap
janji pada diri sendiri. Ketika menelusuri ruas jalannya yang tak seberapa,
sementara sisi lainnya adalah jurang yang mengangga. Kita pun tak bisa
sepenuhnya percaya pada tebing, sebab sesekali bebatuan jatuh akibat lekang
dari dekapanya. Tak mudah memang, tapi begitulah sudah tabiat perjalanan ini.
Tapi perjalanan penuh tantangan ini, bagi sebagian orang
adalah candu. Bagi mereka, sesulit apapun tanjakan Geurutee, perjalanan harus
terus berlanjut. Karena Puncak Geurutee telah menanti di sana. Dekat, sudah
semakin dekat. Hingga di KM 65, segala kepayahan selama perjalanan itu sirna.
Lalu menjelma sebuah perasaan baru yang mendebarkan.
Karena akhirnya Puncak Geurutee telah di depan mata. Puncak yang
menjadi garis batas antara Aceh Jaya dan Aceh Besar. Warung-warung berdiri di
tepian tebingnya. Duduklah sejenak di sana, lalu nikmatilah bentangan alam yang
indah. Laut Andaman yang luas namun teduh, Pulau Kluang yang gagah namun sepi. Akumulasi
perasaan selama perjalanan menuju Puncak Geurutee, telah menjadikan tempat ini kian
indah. Satu kata yang memiliki banyak makna.
Maka interaksi di Puncak Geurutee adalah interaksi antara
diri kita dan Tuhan. Di sana, kita menemukan pemahaman sederhana. Bagaimana Tuhan,
selalu mengiringi kesulitan-kesulitan kita dengan keindahannya. Maka bentangan
pesona Geurtutee adalah miniatur cinta Tuhan dalam keseharian kita.
Inilah narasi sunyi di Puncak Geurutee. Bahasa perasaan yang
sejatinya tak membutuhkan penjelasan. Ia hadir begitu saja, diam-diam. Tak kita
sadari. Ia semacam rindu tapi bukan pada sosok, ia semacam bahagia tapi bukan
sebuah perayaan. Ia adalah keindahan, sebuah pemberian Tuhan karena kesungguhan
kita menuntaskan perjalanan.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
Mantap, hehe..gurute menyajikan pesona alam gunung dan lautan yang mempesona dan indah dipandang mata. itu pic monyet nya keren loh :V
BalasHapusAlhamdulillah, itulah enaknya jadi orang Aceh. Banyak tempat keren :D
HapusItu monyet kayaknya brand ambasador pulpy oran*e :))
Seisi ruangan mendadak sunyi ketika membaca narasi kesunyian.
BalasHapusMenyoe dek Mat peugah lagee nyan, hana pat bantah....
BalasHapusya Allah bang, kami gagal fokus sama mie rebusnya :'(((((((
BalasHapusAiihh... sama ayi, mie di sini. Bagaimanapun rupanya tetap enak hahah
Hapusmonyetnya keren kali, posenya menggoda gitu, geurutee adalah sejumput surga di dunia ini
BalasHapusGerah kali hari itu Ihan... :D
HapusTerhipnotis kk bukan hanya oleh keindahan foto yang tersaji, tapi oleh untaian kata yang dirangkai begitu serasi. Hadeuh.... pande kali kok kalian nulisnya? *logatAceh tak tertahan saking kagumnya ni. Hehe.
BalasHapusKirain tadi puncak Geurutee nya harus dicapai dengan mendaki pake kaki, ternyata pake kendaraan ya? Kakak juga dulu suka duduk2 di situ tuh, menikmati indahnya laut Andaman tapi ga pernah nemu monyet yang sudah sepinter itu gaya minumnya. Udah semakin canggih monyet2 di sana yaaa? Hahaha
Anyway, what a very nice post, Ibnu! Keep going, kk suka gaya menulisnya ni!
Saleum,
Alaika
Wah, terima kasih Kak Alaika....
Hapusmasih harus banyak belajar juga sama kakak hehhe
Ayoo ke Geurutee kak, selain monyet sekarang juga sudah ada siamang yang tak kalah coolnya :D
Saleum, Apa kabar pak cik? Ketemu lagi kita di dunia blog :)
BalasHapussekarang blognya udah punya domain sendiri ya dan bangus banget interfacenya.
Foto-fotonya juga, aahh..suatu saat jika ada kesempatan kami juga pingin punya domain sendiri. Btw, kami baru tau monyet juga suka pulpy, hehehe..
Saleumm, Alhamdulillah Ayi... terima kasih udah datang rumah baru kami :D
HapusKalian buatlah domain juga, cerita setelah pernikahan pasti banyak yang seru.
Kangen juga dengan tulisan surealis kalian :))