Hobi adalah pilihan hidup yang sulit dimengerti. Sulit, jika tidak
kita sendiri yang menjalani. Karena hobi merupakan pilihan hidup yang sangat
personal. Di sana, orang melibatkan seluruh perasaannya. Sebab melalui hobi
tersebutlah sesorang merasakan, “inilah diri saya”.
Demi sebuah hobi, banyak orang rela melakukan apapun di luar
nalar kita. Mendaki gunung, memanjat tebing, memelihara hewan berbisa,
meninggalkan segala kemewahan demi sebuah travelling,
menghabiskan banyak waktu demi sebuah karya seni. Semua itu, mereka jalani
sepenuh hati.
Keterlibatan perasaan telah
membuat segalanya menjadi menyenangkan.
Hal tersebut, sebenarnya telah cukup menjelaskan mengapa orang-orang menjadi
rela. Mengorbankan apa saja demi hobinya. Sebab bagi mereka, membahagiakan
dirinya jauh lebih penting, daripada mendengarkan kata-kata orang yang
cenderung sumbang.
Maka kita, tidak bisa tergesa-gesa menghakimi hobi seseorang.
Tidak adil kalau kita membandingkan hobinya dengan hal lain, yang dalam
pandangan kita jauh lebih bermanfaat. Karena hobi adalah sesuatu yang sangat
subjektif. Ia bisa tumbuh dengan latar belakang yang berbeda. Ia lahir dengan
kesadaran yang unik.
Bahkan dalam hobi yang sama, motivasi yang muncul bisa
berbeda. Seperti sepak bola, ada orang yang mencintai hobi tersebut lebih dari
sekadar permainan. Zinadine Zidane adalah contohnya. Ia mencintai sepak bola
sebagai wujud syukur hidupnya. Sebab, ia pernah mengeluh karena tidak mempunyai
sepatu bola. Lalu suatu hari, ia tersadarkan dan menjadi sangat bersyukur.
Karena melihat seseorang yang tidak mempunyai kaki.
Lantas, bagaimana mungkin kita bisa menghakimi hobi orang
lain. Jika kita bukan bagian dari hidupnya. Tak ada ada ikatan emosional apapun
antara kita dengan dirinya. Jika telah demikian, maka sejatinya kita tidak
punya dasar untuk menjustifikasi hobi orang lain. Apalagi sampai
membanding-bandingkannya.
Saya sendiri, sering sekali mendengar kata-kata yang tak
pantas. Kata-kata yang mungkin pernah keluar dari mulut kita, saat melihat hobi
orang lain yang tak masuk akal. “Ngapain
kayak gitu? “Enggak ada kerjaan!”
“Itukan sia-sia, banyak hal yang lebih bermanfaat?”
Kata-kata tersebut jelas sangat emosional dan tedensius. Tiba-tiba
saya pun ingat perkataan Harper Lee, Penulis novel To kill a mockingbird.
“You never really understand a person until you consider
things from his point of view... Until you climb inside of his skin and walk
around in it”
“You never really understand a person until you consider
things from his point of view... Until you climb inside of his skin and walk
around in it”
Ya, mungkin kita harus sedatail itu jika hendak memahami pilihan
hidup orang lain. Jika tidak, maka lebih baik kita diam. Tak usah berkomentar
apapun tentang jalan cerita yang sangat personal itu. Itu jauh lebih adil dan
terhormat bagi kita.
Apresiasi saja hobi orang lain sebagai pilihan hidup yang
berani. Karena mereka telah menentukan jalan hidupnya sendiri. Melalui hobi
tersebut, setidaknya mereka berupaya menjadi dirinya sendiri. Bukankah itu
sebuah pilhan hidup yang sangat istimewa, dan kita pun masih punya alasan untuk
menghargai hidup orang lain.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
satu kata "wow"
BalasHapusDua kata, Allahu Akbar :D|
BalasHapus